PENGARUH MONSUN ASIA TIMUR DAN TENGGARA
TERHADAP VARIABILITAS TEMPORAL CURAH HUJAN
DENPASAR, MATARAM DAN MAKASSAR
INFLUENCE OF EAST AND SOUTHEAST ASIAN MONSOON
ON TEMPORAL VARIABILITY OF RAINFALL OVER
DENPASAR, MATARAM AND MAKASSAR
Arief Suryantoro
Bidang Pemodelan Iklim, Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim-LAPAN
Jalan Junjunan 133, Bandung, 40173
Email: ariefs_40215@yahoo.com; ariefsurya@bdg.lapan.go.id
Abstrak: Benua Maritim Indonesia (BMI) yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil, dipisahkan oleh banyak laut dan selat, terletak di daerah tropis yang menerima radiasi matahari paling banyak, terletak diantara dua benua yang besar (Asia dan Australia) dan dua lautan yang besar pula (samudera Hindia dan Pasifik) menyebabkan wilayah BMI ini rentan terhadap variabilitas dan perubahan iklim.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa curah hujan daerah Denpasar, Mataram dan Makassar memiliki variabilitas yang beragam, mulai dari musiman, tahunan dan antar tahunan. Faktor utama penyebab variabilitas curah hujan musiman adalah fenomena pergeseran pita konvergensi intertropis (ITCZ: InterTropical Convergence Zone). Selanjutnya, faktor-faktor utama penyebab variabilitas curah hujan tahunan adalah fenomena monsun Asia Timur dan monsun Asia Tenggara; dan faktor utama penyebab variabilitas antar tahunan curah hujan di daerah yang dipilih dalam penelitian ini dipengaruhi oleh fenomena TBO dan ENSO.
Kata kunci: monsun, variasi curah hujan, variabilitas dan perubahan iklim, dan Benua Maritim Indonesia
Abstract: Indonesia Maritime Continent (IMC) which consist of thousands of big and small islands, separate by many seas and straits, lies in the tropical region and receive most of incoming solar radiation, lies between Asia and Australia continents and between Indian and Pacific Oceans, it’s cause the IMC regions vulnerable to climate variability and changes.The objective of research is to know of rainfall variability over those regions during 1951 to 2000 and dominant factors that affect this variability. The results obtained shows that Denpasar, Mataram and Makassar regions has many types of rainfall variability, start from seasonal variation (SAO: Semi Annual Oscillation), annual variation (AO: Annual Oscillation), to inter annual variation (TBO: Tropospheric Biennial Oscillation and ENSO: El Nino Southern Oscillation). Displacements of ITCZ (InterTropical Convergence Zone), East and Southeast Asian Monsoon, TBO and ENSO phenomena are dominant factor that affected the seasonal, annual and inter-annual variation of rainfall over all regions chosen in this study, respectively.
Keywords: monsoon, variations of rainfall, climate variability and changes, and Indonesia Maritime Continent.
PENDAHULUAN
Daerah monsun Asia pada umumnya, dan wilayah monsun Indonesia pada khususnya diketahui memiliki curah hujan yang melimpah namun juga memiliki variasi spasial dan temporal (utamanya musiman) yang tinggi pula. Benua Maritim Indonesia (BMI) yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil, dipisahkan oleh banyak laut dan selat, terletak di daerah tropis yang menerima radiasi matahari paling banyak, terletak diantara dua benua yang besar (Asia dan Australia) dan dua lautan yang besar pula (samudera Hindia dan Pasifik) menyebabkan wilayah BMI ini rentan terhadap variabilitas dan perubahan iklim. Wilayah BMI yang membentang dari 6°LU-11°LS; 95°BT-141°BT merupakan bagian dari daerah monsun Asia Timur dan Tenggara. Dan diantara ke lima daerah monsun yang ada di planet bumi kita ini, maka monsun Asia Timur dan Tenggara merupakan monsun yang paling baik perkembangannya. Hal ini disebabkan oleh besarnya/luasnya benua Asia dan adanya efek daratan tinggi Tibet terhadap aliran udara. Dataran tinggi Tibet yang membujur dalam arah barat-timur merupakan penghalang atau pemisah antara massa udara kutub dan massa udara tropis (Prawirowardoyo, 1996).Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami karakteristik dan mekanisme curah hujan tropis pada umumnya, dan Indonesia pada khususnya dalam kerangka penentuan standar atmosfer Indonesia. Adapun sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah diketahuinya pengaruh monsun Asia Timur dan Tenggara serta perilaku Samudera India Tropis (5°LU-5°LS, 60°BT-120°BT) dan Pasifik Barat Tropis (5°LU-5°LS, 120°BT-160°BT) terhadap variabilitas temporal curah hujan di Denpasar-Bali, Mataram-Nusa Tenggara Barat dan Makassar-Sulawesi Selatan.
DATA DAN METODA
Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan curah hujan daerah Denpasar-Bali (08,75°LS, 115,17°BT); Matararam-Nusa Tenggara Barat (08,53°LS, 116,77°BT); dan Makassar-Sulawesi Selatan (05,07°LS, 119,55°BT); perioda pengamatan 1951-2000. Sumber data di atas adalah BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) Jakarta. Sebagai contoh, data bulanan curah hujan daerah Makassar-Sulawesi Selatan (05,07°LS, 119,55°BT) perioda pengamatan 1951-2000 disajikan dalam tabel.Data berikutnya adalah data suhu muka laut bulanan daerah Samudera India Tropis (5°LU-5°LS, 60°BT-120°BT) dan Samudera Pasifik Barat Tropis (5°LU-5°LS, 120°BT-160°BT) perioda pengamatan 1951-2000. Sumber data di atas adalah TCC-JMA (Tokyo Climate Center-Japan Meteorological Agency) Jepang.Dari data curah hujan tersebut di atas diolah, dicari spektra periodisitasnya dengan menggunakan software WWZ (The Weighted Wavelet Z-transform) yang dikembangkan oleh Foster (1996) yang terdapat dalam Suryantoro et al. (2001), sehingga diperoleh ragam osilasinya. Perioda data hasil olahan dengan WWZ ini dibatasi dari 2 bulan sampai 80 bulan (yang sudah menggambarkan variabilitas musiman (setengah tahunan) sampai antar tahunan). Dari data deret waktu curah hujan dan suhu muka laut di Samudera India dan Pasifik Barat Tropis ini dikorelasikan, sehingga diperoleh gambaran keterkaitan antara variabilitas curah hujan di Denpasar, Mataram dan Makassar dengan suhu muka laut di Samudera India dan Pasifik Barat Tropis.
HASIL DAN ANALISIS
Pola bulanan (dalam deret waktu) dan pola rata-rata bulanan curah hujan Denpasar-
Bali, (08,75°LS, 115,17°BT), Mataram-Nusa Tenggara Barat, (08,53°LS, 116,67°BT),
Makassar-Sulawesi Selatan, (05,07°LS, 119,55°BT), disajikan pada gambar 5 sampai gambar
10. Pola bulanan suhu muka laut Samudera India Tropis (5°LU-5°LS, 60°BT-120°BT) dan
Samudera Pasifik Barat Tropis (5°LU-5°LS, 120°BT-160°BT) perioda pengamatan 1951-
2000 disajikan pada gambar 11 dan 12. Sedangkan nilai koefisien korelasi antara curah hujan
Denpasar-Bali, (08,75°LS, 115,17°BT), Mataram-Nusa Tenggara Barat, (08,53°LS,
116,67°BT), dan Makassar-Sulawesi Selatan, (05,07°LS, 119,55°BT) dengan suhu muka laut
Samudera India Tropis (5°LU-5°LS, 60°BT-120°BT) dan Samudera Pasifik Barat Tropis
(5°LU-5°LS, 120°BT-160°BT) perioda pengamatan 1951-2000ola bulanan curah hujan di ketiga
daerah yang ditinjau dalam penelitian ini (Denpasar, Mataram dan Makassar) selama rentang
waktu 50 tahun (1951-2000) menunjukkan adanya kecenderungan naik, meskipun dengan
kecuraman yang cukup landai. Apakah ini konsekuensi dari pemanasan global yang
berdampak langsung pada pola curah hujan di ketiga daerah tersebut belum dapat diungkap
dalam penelitian kali ini. Meskipun disadari bahwa efek pemanasan global terhadap pola-pola
curah hujan lokal merupakan tema yang sangat menarik untuk ditelaah lebih lanjut dan
mendalam. Sedang dari gambar 6, 8 dan 10 di atas dapat diungkapkan bahwa di ketiga daerah
yang ditinjau dalam penelitian ini (Denpasar, Mataram dan Makassar) memiliki pola
utama/dominan monsunal. Hasil ini analog dengan hasil kajian peneliti-peneliti lain, seperti
Aldrian dan Susanto (2003) maupun Tjasyono (2004). Intensitas curah hujan bulanan
maksimum selama 50 tahun pengamatan di ketiga daerah yang ditinjau dalam penelitian ini
juga sama, yaitu terjadi di bulan Januari. Intensitas curah hujan bulanan maksimum di
Denpasar-Bali (08,75°LS; 115,17°BT) pada bulan Januari adalah 384 mm, sedang di
Mataram-Nusa Tenggara Barat (08,53°LS; 116,67°BT) adalah 287 mm, dan di Makassar-
Sulawesi Selatan (05,07°LS; 119,55°BT) sebesar 652,18 mm. Jika intensitas curah hujan
bulanan maksimum di ketiga daerah yang ditinjau dalam penelitian ini terjadi pada bulan
yang sama (Januari), namun tidak demikan halnya dengan intensitas curah hujan bulanan
minimumnya. Intensitas curah hujan bulanan minimum di daerah Denpasar dan Mataram
terjadi di bulan Agustus, masing-masing dengan intensitas 22 mm dan 29 mm; namun untuk
daerah Makassar intensitas curah hujan bulanan minimumnya terjadi di bulan September
dengan nilai 14,52 mm. Adanya perbedaan antara nilai intensitas curah hujan rata-rata
bulanan maksimum maupun minimum antara daerah Denpasar dan Mataram dengan nilai
intensitas curah hujan rata-rata bulanan maksimum maupun minimum di daerah Makssar
diduga karena adanya faktor lokal seperti angin darat dan angin laut, serta angin gunung dan
angin lembah yang terakumulasi sampai skala waktu musiman ataupun bahkan sampai
tahunan.
KESIMPULAN
Curah hujan daerah Denpasar-Bali (08,75°LS; 115,17°BT), Mataram-Nusa Tenggara Barat (08,53°LS; 116,67°BT), dan Makassar-Sulawesi Selatan (05,07°LS; 119,55°BT) memiliki variabilitas yang beragam, mulai dari musiman, tahunan, dan antar tahunan. Variabilitas curah hujan musiman (setengah tahunan) ini disebabkan oleh fenomena pergeseran pita konvergensi intertropis Selanjutnya, variabilitas tahunan curah hujan disebabkan oleh fenomena monsun musim dingin belahan bumi utara dan monsun musim panas belahan bumi utara. Variabilitas antar tahunan (2 sampai 3 tahun) curah hujan ini disebabkan oleh fenomena osilasi dua tahunan troposfer (TBO). Akhirnya, variabilitas antar
Lingkungan Tropis, vol.4, no.1, Maret 2010: 1-16
16
tahunan (4 sampai 7 tahun) curah hujan yang terjadi di ketiga daerah yang dipilih dalam penelitian ini disebabkan oleh fenomena ENSO. Disisi lain, diperoleh pula nilai koefisien korelasi antara curah hujan Denpasar, Mataram dan Makassar dengan suhu muka laut di Samudera India dan Pasifik Barat Tropis yang tinggi dengan nilai r > - 0,85 (antara curah hujan di Denpasar, Mataram dan Makassar dan SST di samudera India Tropis) dan r > 0,80 (antara curah hujan di Denpasar, Mataram dan Makassar dan SST di samudera Pasifik Barat Tropis).
Daftar Pustaka
Aldrian, E. and R.D.Susanto. “Identification of Three Dominant Rainfall Regions within Indonesia and Their Relationship to Sea Surface Temperature.” Int. Jour. of Clim. 23 (2003): 1435-1452.
Chang, C.P., Z. Wang, J. Ju, and T. Li. “On the Relationship Between Western Maritime Continent Monsoon Rainfall and ENSO during Northern Winter.” J. Climate 17 (2004): 665-672.
Chang, C.P., Z. Wang, J.Mc. Bride, and C. H. Liu. “Annual Cycle of Southeast Asia-Maritime Continent Rainfall and the Asymmetric Monsoon Transition.” J. of Climate 18 (2005): 287-301.
Foster,G. “Wavelets for Period Analysis of Unevenly Sampled Time Series.” The Astronomical Journal 112(4) (1996): 1709-1729.
Prawirowardoyo. “Meteorologi.” Bandung: Penerbit ITB, 20-46 (1996): 167-186.
Suryantoro,A., M.A. Ratag, T.Harjana, dan B.Tjasyono H.K. Model Deret Waktu Aktivitas Konveksi di Benua Maritim Indonesia dan Sekitarnya Berbasis Transformasi Wavelet. Prosiding Temu Ilmiah Prediksi Cuaca dan Iklim Nasional, Bandung 11 Juli 2000, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Jakarta (2001): 113-122.
Tjasyono, B.H.K. “Klimatologi.” Bandung: Penerbit ITB, 17-24 (2004): 111-117.
Tokyo Climate Center (TCC). Japan Meteorological Agency (JMA), 2009. Global Monthly Mean Sea Surface Temperature (and Anomalies) 1951-2000, dari: http://ds.data.jma.go.jp/tcc/tcc/products/elnino/ocean/sstglobal_tcc.html.02/02/2009.
Wu, G., and Y. Zhang. “Tibetan Plateau Forcing and the Timing of the Monsoon Onset over South Asia and South China Sea.” Month.Wea.Rev, 126 (1998): 913-927.